RUWATAN SETELAH 500 TAHUN DI LAPANGAN BAJRA SHANDI RENON DENPASAR(.Untuk menyambut Odalan di Pura Majapahit GWK Panitia membuka Berita Tentang Kiprah HYANG SURYO ketika di undang ke Bali), (RADAR BALI 18 Oktober 2003 DENPASAR) - Ratusan pusaka warisan kerajaan Majapahit,berupa Keris, tombak, pedang dan arca-arca/pratima kembali dipamerkan kepada masyarakat umum di Bali. Kali ini memilih monumen perjuangan rakyat Bali Bajra Sandhi, Renon, sebagai tempat pameran, Pameran dibuka Jumat kemarin oleh IB Raka Wedha dari Dinas Kebudayaan Bali. Pameran benda Pusaka warisan Majapahit ini adalah kali keempat di Bali dan berakhir 27 Oktober nanti, Tiga lokasi pameran sebelumnya dipulih Kintamani, Art Centre dan Sanur. Nyejar Leluhur Majapahit dari Pura Majapahit Trowulan, judul dari pameran benda pusaka kali ini. Hadir Hyang Suryo Wilatikto sebagai Ketua Pura Majapahit Pusat Trowulan, Jawa Timur. Panitia pameran Sony Ignatius [DR lulusan Leden] mengatakan , pameran tak semata-mata memperkenalkan benda-benda pusaka warisan Majapahit. Tapi sebagai tindakan penghormatan kepada Leluhur. Sekaligus mengembangkan pemikiran Filosofi dalam kehidupan sehari-hari. Hyang Suryo Wilatikto mengakui ada Kekuatan NISKALA yang mendorong pameran di Bajra Shandi. Ada Mangku Karauhan dan menyebut "Bajra Sandhi", Monumen megah di kawasan civic centre Renon, ini diterjemahkan sebagai kehendak diatas agar pameran di Bajra Sandhi. Selama berlangsung pameran panitia membuka pintu lebar-lebar bagi masyarakat, termasuk hari Sabtu dan Minggu [ima] YANG PERTAMA SEJAK RUNTUHNYA MAJAPAHIT 500 TAHUN YANG LALU ,
Denpasar - Rabu [15/10] lusa, Ketua Pura Majapaht Trowulan Hyang Suryo Wilotikto akan memimpin Ruwatan terbesar abad ini yang akan dilaksanakan di Bali. Dalam ruwatan terbesar yang diadakan kali pertama sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit ini Hyang Suryo akan didampingi Prabu Agung Darmayasa dari India. Ditemui di Inna Sindhu Beach Hotel, Sanur, Minggu [12/10] kemarin, Hyang Suryo menjelaskan, Ruwatan ini tergolong Istimewa karena untuk pertamakalinya digelar Wayang Majapahit [Bali] dari Mengwi yang tidak pernah dipakai sejak keruntuhan Majapahit. Selain Prabu Agung Darmayasa, Hyang Suryo juga akan didampingi Mangku Pura Jambangan, Ida Pedanda Buruan Bang Manuaba dalam memimpin Doa prosesi sesajian. Ruwatan seperti ini, menurut Hyang Suryo, merupakan tradisi Kerajaan Majapahit yang bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan jiwa raga komunitas bangsa agar terlepas dari segala macam ketidak beruntungandalam menjalani kehidupan. Diharapkan, dengan ruwatan ini kita semakin menyadari eksistensi kita sebagai mahluk yang selalu membutuhkan pembaharuan menuju kebenaran dan kebajikan. Dalam ruwatan lusa itu, Hyang Suryo akan menumpangkan Cakra, senjata bhetara Wisnu [peninggalan Kerajaan Majapahit] diatas kepala orang yang diruwat. Sementara itu Prabu Agung Darmayasa dari India akan memerciki orang yang diruwat dengan Air Suci yang diambil dari seluruh mata air di seluruh Dunia. Dengan itu, orang yang diruwat akan terhindar dari malapetaka dan segala bentuk kesialan lainnya. Diakhir Ruwatan, potongan rambut orang yang diruwat akan dihanyutkan ke laut sebagai simbol pelepasan segala ketidak baikan dan ketidak beruntungan, Dibagian lain juga disinggung , krisis berkepanjangan yang tak kunjung selesai melilit bangsa ini merupakan akibat dari sikap negara dan bangsa Indonesia sendiri. "Semua itu karena bangsa Indonesia melupakan budaya, Mereka hanya mengambil dari tanah, tapi tidak mau memberi," kata Hyang Suryo. "Tapi ini khusus di Jawa, di Bali tidak, orang di jawa hanya mengambil dari tanah dan tidak mau memberi sesajian, korban dan persembahan" sambung Hyang Suryo. Bahkan menurut Hyang Suryo, Bali adalah Majapahit "Tulis, Bali adalah Majapahit, Semua yang dipraktekkan di Bali itu adalah tradisi Majapahit, India lain, dan, semua praktek itu sudah punah di jawa," kata Hyang Suryo dengan suara tinggi dan lantang. " Sekarang alam sudah marah, mangkanya panas dimana mana, lautpun marah. Maka sering ganas makan korban, semua itu karena kita melupakan mereka, Kita hanya ambil, tidak mau kasih pulang," kata Hyang Suryo.
Ditambahkan Hyang Suryo, Indonesia sekarang keadaan gawat, dimana-mana orang lebih mementingkan kelompoknya, "ini gawat makanya perlu diruwat bangsa ini," tandasnya. Acara ini, menurut Hyang Suryo , tidak ada hubungan dengan agama, ini seratus persen budaya "Ini budaya, kami punya mentri sendiri kok, tidak ada hubungan dengan agama" katanya [MAT] DENPASAR, NUSA Ratusan krama Bali mengikuti mengikuti acara ruwatan massal di Hotel Inna Sindhu Beach, Denapasar, Rabu [15/10] Mereka mendapat percikan tirta dari tokoh spiritual Bali Prabu Darmayasa , Tirta itu berasal dari ribuan mata air diseluruh dunia dan dipercaya membari kekuatan bagi penerimanya , disamping Prabu Darmayasa, ruwatan juga dilakukan juru ruwat Hyang Suryo Wilotikto , Ketua Pura Mjapahit Pusat Trowulan yang dipercaya meruwat Kta Kediri dan Jawa Timurselain itu ruwatan juga dihadiri Mangku pura jambangan Mengwi, Menurut Hyang Suryo/Sri Wilatikta Brahmaraja XI, penyelenggaraan ruwatan ini merupakan ruwatan terbesar yang pernah dilakukan dan baru pertama ini ruwatan menggunakan Wayang Majapahit "Baru kali ini saya menggunakan wayang Majapahit [Bali]" ujarnya. Ruwatan ini dilakukan dengan metode budaya, dimana semua Agama bisa mengikutinya, tujuannya adalah untuk menghilangkan segala bentuk ketidak baikan dan ketidak beruntungan dalam hidup, Dalam kesempatan tersebut Hyang Suryo menumpangkan Cakra [senjata Bethara Wisnu Peninggalan Majapahit -red] diatas kepala yang diruwat agar terhindar dari malapetaka, Hyang Suryo mengatakan acara ini sebagai lanjutan acara Gema Perdamaian yang dilaksanakan Minggu [12/10] dilapangan Puputan Badung. "Kita ingin agar kedamaian dimuka bumi ini cepet terwujut, sebagaimana halnya kita dapat berkumpul ditempat ini tidak memandang adanya suatu perbedaan Suku" NUSA 16 Oktober 2003,- Demikianlah Salinan berita Ruwatan dimana waktu itu Ruwatan diadakan tidak dipungut biaya, Wayang, sesaji datang sendiri dari Maturan Ngayah Umat Keluarga besar Majapahit yang ingin mendapat Kerahayuan dari Leluhur Majapahit yang diundang ke Bali akibat ditutupnya Pura Majapahit Trowulan oeleh Kelompok yang anti Budaya Majapahit, juga Ruwatan ini sangat menguntungkan, coba berapa biaya bila ruwatan di Trowulan? juga Odalan selalu diadakan besar besaran mengingat berapa ongkos untuk naik Bus ke Trowulan? jadi Penutupan ini ada Hikmahnya bagi yang tidak mampu ke Trowulan, mereka bersatu padu mengusahakan Pura Leluhur agar bisa di Bali, akhirnya diundanglah ke GWK dan nanti Odalan Puara Majapahit GWK jatuh 2 November 2009, 1 November Pratima Prabu Airlangga Kawitan Jawa Bali akan diiring dan dipendak dari Gedong Ruko Puri Gading jam 16.00 Wita ke GWK Panitia Gusti Kampial, Gusti Noko, Gusti Heker, Gusti Surya dll. Pihak GWK panitia Penyambutan Drs. Komang Artanegara selaku pegawai GWK dan Bendahara Pura menurutnya Dana Odalan, maturan ngayah Gamelan, Tarian, dll sudah "Beres semua" perhatian Pencinta, Pendukung, Simpatisan, Keturunan Majapahit sangat besar, tanpa meminta minta, semua datang dengan sendirimya dengan tulus iklas demi Leluhur, yang tanpa Beliau kita tidak mungkin ada di Dunia ini sesuai Hukum Allah ke lima [di blog lain] kita harus menghormati Orang tua agar memperoleh Surga dan Usia yang panjang ini Buku Internasional, tanpa buku inipun Bali sejak dulu dan kapanpun selalu melestarikan adat menghormati Leluhur dengan Odalan dan Caru selalu,- [team Panitia Odalan] 20-10-2009.Adapun dudonan upacara pujawali/odalan adalah sbb:
1.30/10/2009,hari jumat/sukra umanis wuku langkir nemu kajeng maulu nanceb tetaring dan nanceb penjor(kordinator gusti surya & gusti donal).
3.1/11/2009,Minggu/redite pon wuku medangsia perwani kelima jam 16:00 wita mendak dan ngiring Pratima Ida Batara Lingsir dari ruko/Gedong Puri Surya Majapahit jimbaran dikirab menuju Pura Majapahit Gwk Ungasan Bali.Bagi penyungsung diharapkan hadir sebelum jam yang sudah terlampir di atas.
4.2/11/2009,senin/soma wage Medangsia(purnama kelima) puncak pujawali/piodalan Ida Batara Lingsir(WISNU-BUDDHA).
5.5/11/2009,kamis/wreapati paing medangsia nyineb/nyimpen Ida Batara mewali ke gedong Puri Surya Majapahit Jimbaran Bali.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan secara garis besar dari dudonan pujawali Pura Majapahit Gwk dan untuk lebih jelasnya silahkan dating langsung ke Pura Majapahit Gwk atau Pura Ibu majapahit Puri Surya Jimbaran Bali.
Semoga kebaikan dan kesejahtraan datang dari segala penjuru,Wasukih langgeng.
Minggu, 15 November 2009
Tarian dan gerakan
Tarian Singa terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang ‘Kilin’.
Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.
Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah ‘Lay See’. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan ‘Lay See’ ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian Singa[2].
sejarah barongsai
Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan[3].
Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi. Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta[2].
Pada zaman pemerintahan Soeharto, barongsai sempat tidak diijinkan untuk dimainkan. Satu-satunya tempat di Indonesia yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran adalah di kota Semarang, tepatnya di panggung besar kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Setiap tahun, pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tiong Hoa (Imlik), barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan. Keenam perguruan tersebut adalah:
Sam Poo Tong, dengan seragam putih-jingga-hitam (kaos-sabuk-celana), sebagai tuan rumah
Hoo Hap Hwee dengan seragam putih-hitam
Djien Gie Tong (Budi Luhur) dengan seragam kuning-merah-hitam
Djien Ho Tong (Dharma Hangga Taruna) dengan seragam putih-hijau
Hauw Gie Hwee dengan seragam hijau-kuning-hijau kemudian digantikan Dharma Asih dengan seragam merah-kuning=merah
Porsigab (Persatuan Olah Raga Silat Gabungan) dengan seragam biru-kuning-biru
Walaupun yang bermain barongsai atas nama ke-enam kelompok tersebut, tetapi bukan berarti hanya oleh orang-orang Semarang. Karena ke-enam perguruan tersebut mempunyai anak-anak cabang yang tersebar di Pulau Jawa bahkan sampai ke Lampung. Di kelenteng Gedong Batu, biasanya barongsai (atau di Semarang disebut juga dengan istilah Sam Sie) dimainkan bersama dengan Liong (naga) dan Say (kepalanya terbentuk dari perisai bulat, dan dihias menyerupai barongsai berikut ekornya).
Saat ini barongsai di Indonesia sudah dapat dimainkan secara luas, bahkan telah meraih juara pada kejuaraan2 dunia. Dimulai dengan Barongsai Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dari Padang yang meraih juara 5 pada kejuaraan dunia di genting - malaysia pada tahun 2000. Hingga kini barongsai Indonesia sudah banyak mengikuti berbagai kejuaraan-kejuaraan dunia dan meraih banyak prestasi. Sebut saja beberapa nama seperti Kong Ha Hong (KHH) - Jakarta, Dragon Phoenix (DP) - Jakarta, Satya Dharma - Kudus, dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) - Tarakan. Bahkan nama terakhir, yaitu PSMTI telah meraih juara 1 pada suatu pertandingan dunia yang diadakan di Surabaya pada tahun 2006. Perguruan barongsai lainnya adalah Tri Pusaka Solo yang pada pertengahan Agustus 2007 lalu memperoleh Juara I President Cup.